Sore ini hujan,
Malam tadi angin menggerus nadiku kencang
Pilihan buatku sama saja tak bermakna.
Lonceng-lonceng di sudut jalan,
Sudah berdentang
Saatnya memaknai apa yang sudah dilewati
Irama serampangan jatuh,
Malam itu tidak sunyi
Malam itu tidak mati
Malam itu abadi
Seakan membutakan perasaan
Singkat, namun dalam
Tetapi rintik hujan disana cukup keras,
Cukup untuk memaknai tempo disela telinga yang kedap akan suara dari kejauhan
Dan lagi-lagi,
Aku bukanlah diriku
Denyut nadi perlahan melepas emosi
Aku tidak ingin berkelahi,
Pun juga mati,
Aku hanya ingin menanti
Momentum yang abadi
Perjalanan singkat ini cukup memberiku arti
Tentang bagaimana makna yang dimaknai oleh makna itu sendiri,
Bukan makna lain.
Tetap saja, jiwa ini belum sadar
Akan arti mengapa dan bagaimana
Tentang pribadi sendiri
Atau yang lain.
Catatan peristiwa semoga menyadarkan
Apa itu sesungguhnya
Tulismenulisapapun
Senin, 25 Maret 2019
Minggu, 25 November 2018
Dilema Tuan Bertemu Puan II: jejak jejak di padang rumput
Benak tuan masih merana memikirkan sang puan yang menurutnya indah itu, seakan dibutakan. Timbul pencarian dalam diri tuan mengingat wajah puan yang memerah malam itu.
Secepat kilat tuan kembali ke kedai pagi harinya. Namun puan tidak hadir di meja yang sama. Dia tidak nampak sama sekali hari itu. Sampai tuan kehabisan sabar menunggu hingga petang.
Tuan hanya ingin tahu pribadinya
Hanya penasaran akan imajinya pula
Tapi semua itu hampir dirombak total dengan keputusasaan. Itulah hari kedua dimana tuan memikirkan wanita itu.
Dia masih kecewa.
Esoknya, Tuan termangu di bukit sebelah rumahnya. Di sana terhampar padang rumput yang cukup luas. Beberapa hektare sudah cukup membuat tuan merasa hampa.
Imajinasinya berperan lagi
Mundur beberapa waktu di kedai yang sama
Tuan tahu mawar di sebelahnya sedang memekarkan diri, dan jejak kelinci masih hangat di tanahnya. Tuan hanya diam dan diam dan selalu diam.
"Sedang apakah tuan disana?", Tanya seorang wanita mendadak.
"Rindang pohon ini cukup meneduhkan gulungan rambut hitamku", jawab tuan.
"Maka beranikah tuan keluar dan menemaniku memberi makan para kelinci?", Sahut wanita itu seraya tersenyum.
Tuan segera mengenakan kacamatanya, dan melihat dengan jelas bahwa itulah puan, berdiri tepat di garis matanya.
Dia makin termangu.
Kedai ternyata tidak cukup membentuk suasana yang hangat. Tapi siang itu terasa hangat bagi tuan meski matahari cukup menyengat.
Sambutan hangat puan hanya dijawab kegelisahan hebat.
Sekali lagi tuan makin jatuh hati
Bukan di kedai, melainkan di padang rumput.
Tapi tetap, tuan masih bertanya dalam hatinya. Ia sungguh bingung tak menentu.
Secepat kilat tuan kembali ke kedai pagi harinya. Namun puan tidak hadir di meja yang sama. Dia tidak nampak sama sekali hari itu. Sampai tuan kehabisan sabar menunggu hingga petang.
Tuan hanya ingin tahu pribadinya
Hanya penasaran akan imajinya pula
Tapi semua itu hampir dirombak total dengan keputusasaan. Itulah hari kedua dimana tuan memikirkan wanita itu.
Dia masih kecewa.
Esoknya, Tuan termangu di bukit sebelah rumahnya. Di sana terhampar padang rumput yang cukup luas. Beberapa hektare sudah cukup membuat tuan merasa hampa.
Imajinasinya berperan lagi
Mundur beberapa waktu di kedai yang sama
Tuan tahu mawar di sebelahnya sedang memekarkan diri, dan jejak kelinci masih hangat di tanahnya. Tuan hanya diam dan diam dan selalu diam.
"Sedang apakah tuan disana?", Tanya seorang wanita mendadak.
"Rindang pohon ini cukup meneduhkan gulungan rambut hitamku", jawab tuan.
"Maka beranikah tuan keluar dan menemaniku memberi makan para kelinci?", Sahut wanita itu seraya tersenyum.
Tuan segera mengenakan kacamatanya, dan melihat dengan jelas bahwa itulah puan, berdiri tepat di garis matanya.
Dia makin termangu.
Kedai ternyata tidak cukup membentuk suasana yang hangat. Tapi siang itu terasa hangat bagi tuan meski matahari cukup menyengat.
Sambutan hangat puan hanya dijawab kegelisahan hebat.
Sekali lagi tuan makin jatuh hati
Bukan di kedai, melainkan di padang rumput.
Tapi tetap, tuan masih bertanya dalam hatinya. Ia sungguh bingung tak menentu.
Senin, 19 November 2018
Dilema Tuan Bertemu Puan I
Tuan mencari cari jejak purnama malam itu ketika kabut mulai turun dibarengi lamban gesek biola yang tak menentu dari arah kedai kesukaannya.
Belakangan tuan tak mampu tidur sebagaimana mestinya, melainkan hanya sekadar gelap semata kurang lebih satu atau dua jam.
Untung saja kedai itu selalu buka dikala tuan butuh sembahan macam kopi dan gula.
Malam itu rasa-rasanya sedikit berbeda, alunan musik hanya berhenti beberapa detik di benak tuan. Tuan tahu diapun cinta musik, bahkan seorang tuan yang lugu adalah pemain klarinet kala-kala di kedai itu. Tetapi ketukan malam itu sungguh timpang di hati tuan. Matanya hanya menerka rambut lurus, mata berkaca, dan bibir yang mencemooh sedikitnya tentang hidup dan kehadiran dunia dalam benaknya.
Ya, tuan telah melihat puan di ujung meja kedai kesukannya,
Dan tuan hanya mendiamkan bibir dan pikirannya.
Pikir tuan belum saatnya,
Atau mungkin pikir tuan, ia tidak mampu. Sebab benak tuan berkehendak namun fisiknya lemas tanpa alasan jelas.
Jelas, tuan telah jatuh hati
Belakangan tuan tak mampu tidur sebagaimana mestinya, melainkan hanya sekadar gelap semata kurang lebih satu atau dua jam.
Untung saja kedai itu selalu buka dikala tuan butuh sembahan macam kopi dan gula.
Malam itu rasa-rasanya sedikit berbeda, alunan musik hanya berhenti beberapa detik di benak tuan. Tuan tahu diapun cinta musik, bahkan seorang tuan yang lugu adalah pemain klarinet kala-kala di kedai itu. Tetapi ketukan malam itu sungguh timpang di hati tuan. Matanya hanya menerka rambut lurus, mata berkaca, dan bibir yang mencemooh sedikitnya tentang hidup dan kehadiran dunia dalam benaknya.
Ya, tuan telah melihat puan di ujung meja kedai kesukannya,
Dan tuan hanya mendiamkan bibir dan pikirannya.
Pikir tuan belum saatnya,
Atau mungkin pikir tuan, ia tidak mampu. Sebab benak tuan berkehendak namun fisiknya lemas tanpa alasan jelas.
Jelas, tuan telah jatuh hati
Senin, 12 November 2018
Gurauan I: Intrik dan Tragedi
Intrik semesta kembali menerpa,
Kali ini menerjang kubangan peraduan diri
Gurauan tidak berbicara banyak
Keinginan untuk sadar
Melebihi batas wajar
Pola pola pemikiran tak tentu
Cukup membasahi
Cukup mengilhami
Cukup menyakiti
Selama itu, diri ini hanya bersandar pada keraguan tak menentu
Dan selama itu pula, tidak ada kerahiman ilahi yang menyangkal ketiadaan
Saya rasa ini cukup mampu dikatakan sebagai tragedi, tentang masa atau rasa yang tidak pernah didengungkan sebelumnya. Dan sudah sebagaimana mestinya pikir, tutur kata, dan logika mencari ilhamnya sendiri
Sementara di muka keadilan tidak terasa cukup berguna. Ketika perkara mencari muka, sudah cukup membuktikan bahwa diri ini berbicara banyak tentang ketidakmampuan
Dan masih di masa yang sama itu, gurauan belum berbicara banyak
Hitung-hitungan para pakar matematika seakan bukan ilmu pasti, sebab banyak kemungkinan menerpa dan menerjang kepastian
Lagi-lagi gurauan tak mampu menunjukkan integritasnya
Sehingga saya rasa gurauan hanya cercaan belaka. Yang membatasi, atau bahkan menembak mundur pejuang-pejuang sisi batas
Mungkin beberapa diantaranya hanya berusaha menghibur,
Dan sisanya mencemooh surga
Kali ini menerjang kubangan peraduan diri
Gurauan tidak berbicara banyak
Keinginan untuk sadar
Melebihi batas wajar
Pola pola pemikiran tak tentu
Cukup membasahi
Cukup mengilhami
Cukup menyakiti
Selama itu, diri ini hanya bersandar pada keraguan tak menentu
Dan selama itu pula, tidak ada kerahiman ilahi yang menyangkal ketiadaan
Saya rasa ini cukup mampu dikatakan sebagai tragedi, tentang masa atau rasa yang tidak pernah didengungkan sebelumnya. Dan sudah sebagaimana mestinya pikir, tutur kata, dan logika mencari ilhamnya sendiri
Sementara di muka keadilan tidak terasa cukup berguna. Ketika perkara mencari muka, sudah cukup membuktikan bahwa diri ini berbicara banyak tentang ketidakmampuan
Dan masih di masa yang sama itu, gurauan belum berbicara banyak
Hitung-hitungan para pakar matematika seakan bukan ilmu pasti, sebab banyak kemungkinan menerpa dan menerjang kepastian
Lagi-lagi gurauan tak mampu menunjukkan integritasnya
Sehingga saya rasa gurauan hanya cercaan belaka. Yang membatasi, atau bahkan menembak mundur pejuang-pejuang sisi batas
Mungkin beberapa diantaranya hanya berusaha menghibur,
Dan sisanya mencemooh surga
Jumat, 09 November 2018
Dentuman yang tak mendentum
Dentuman detak jantung
Sepatah duka yang mendayu
Derap litani terus dikumandangkan
Gegap gempita di tengah dunia
Hidup atau mati
Sama saja rasanya,
Hampa
Sepatah duka yang mendayu
Derap litani terus dikumandangkan
Gegap gempita di tengah dunia
Hidup atau mati
Sama saja rasanya,
Hampa
Kamis, 08 November 2018
Bimbang
Sering kali menuangkan perbedaan
Hanya sering kali dibungkus dengan kenistaan
Jika kita melihat,
Sering kali ombak datang menjemput pasir
Pun terkadang meninggalkannya,
Terlampir di bibir pantai
Juga terkadang hiruk pikuk kota,
Menjamur di antara pencakar langit
Sedang manusia,
Menunggu lepas penat mencari sepi
Kadang mata dibutakan sesuatu yang buram
Tidak pernah mengenal ujungnya
Tidak pernah tahu apa bentuknya
Hanya saja buram
Tidak pernah terlepas penatnya
Jikalau memang semesta berkehendak
Buram pun jadi jelas
Jelas pun bisa bermakna ganda
Entah terang atau terlalu silau untuk dipandang
Sejenisnya mampu kembali membutakan
Atau,
Sedikit memburamkan
Berkehendak bukan jadi persoalan
Keinginan bukan sesuatu yang fana
Tapi fakta terlalu mudah membukakan mata
Sedang dilain hari, miris makin nyata
Dalam kurun waktu ini perenungan dimulai
Jawabannya?
Nanti.
Cari sendiri, atau tutup sendiri
-2018-
Hanya sering kali dibungkus dengan kenistaan
Jika kita melihat,
Sering kali ombak datang menjemput pasir
Pun terkadang meninggalkannya,
Terlampir di bibir pantai
Juga terkadang hiruk pikuk kota,
Menjamur di antara pencakar langit
Sedang manusia,
Menunggu lepas penat mencari sepi
Kadang mata dibutakan sesuatu yang buram
Tidak pernah mengenal ujungnya
Tidak pernah tahu apa bentuknya
Hanya saja buram
Tidak pernah terlepas penatnya
Jikalau memang semesta berkehendak
Buram pun jadi jelas
Jelas pun bisa bermakna ganda
Entah terang atau terlalu silau untuk dipandang
Sejenisnya mampu kembali membutakan
Atau,
Sedikit memburamkan
Berkehendak bukan jadi persoalan
Keinginan bukan sesuatu yang fana
Tapi fakta terlalu mudah membukakan mata
Sedang dilain hari, miris makin nyata
Dalam kurun waktu ini perenungan dimulai
Jawabannya?
Nanti.
Cari sendiri, atau tutup sendiri
-2018-
Langganan:
Postingan (Atom)